Pajangan cerita – Di tengah maraknya opini yang meragukan kapasitas Generasi Z dalam dunia kerja, anggapan bahwa mereka tidak mampu bekerja dengan baik semakin sering terdengar. Dari kritik yang menyebutkan bahwa anggapan generasi z mereka sulit diatur, gampang tersinggung, hingga mudah keluar dari pekerjaan dengan menuntut gaji tinggi, stigma negatif ini mengemuka. Padahal, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 9,9 juta penduduk berusia 15-25 tahun masih menganggur, dengan mayoritas merupakan perempuan muda. Namun, di balik angka tersebut, ada sebuah pandangan alternatif yang diusung oleh pakar kepemimpinan Dasep Suryanto: masalah sebenarnya mungkin bukan pada Gen Z, melainkan pada kepemimpinan yang ada.
Kritik terhadap Gen Z sering kali berfokus pada kesulitan mereka dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja tradisional. Banyak yang mengatakan bahwa generasi ini kurang sabar, terlalu mudah merasa tertekan, dan memiliki ekspektasi yang tidak realistis. Stigma ini semakin menguat seiring dengan meningkatnya jumlah pengangguran di kalangan Generasi Z, yang sebagian besar adalah perempuan muda.
Namun, penting untuk diingat bahwa Generasi Z adalah produk dari era digital yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan teknologi canggih dan informasi yang cepat, yang membentuk pola pikir dan harapan mereka terhadap dunia kerja. Kritik yang sering ditujukan kepada mereka mungkin merupakan hasil dari perbedaan perspektif antara generasi, bukan semata-mata kekurangan dari Gen Z itu sendiri.
“Baca juga: Kecanduan Gadget pada Anak Penyebab, Dampak, dan Solusi”
Menurut survei BPS, jumlah pengangguran di kalangan Gen Z sangat signifikan. Data menunjukkan bahwa 5,73 juta perempuan muda dan 4,17 juta laki-laki muda masuk dalam kategori ini. Angka ini menimbulkan kekhawatiran akan masa depan ekonomi dan sosial dari generasi ini. Namun, angka pengangguran ini juga bisa mencerminkan tantangan yang lebih kompleks terkait dengan kesiapan pasar kerja, bukan hanya masalah pribadi atau karakter dari Gen Z.
Dasep Suryanto, seorang pakar kepemimpinan dan Human Capital & Legal Director di Java Corp, mengungkapkan pandangannya bahwa masalah utama tidak terletak pada Gen Z itu sendiri, melainkan pada kepemimpinan yang ada. Menurut Dasep, kepemimpinan yang efektif harus mampu menjembatani gap generasi dan mengakomodasi perbedaan pola pikir yang ada. “Kita tidak bisa hanya menyalahkan Gen Z atas perbedaan ini. Kepemimpinan yang baik harus mampu merangkul semua kalangan dan mengharmonisasi pola kerja antar generasi,” jelas Dasep.
Menurut Dasep, kemampuan komunikasi yang efektif sangat penting dalam menangani perbedaan antar generasi. “Generasi Z memiliki cara pandang dan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Ini bukanlah kekurangan, melainkan sebuah potensi yang harus dimanfaatkan. Masalahnya adalah bagaimana cara kita berkomunikasi dan mengelola perbedaan ini,” tambahnya. Dengan komunikasi yang baik, seorang pemimpin dapat memfasilitasi kerja sama yang harmonis dan memaksimalkan potensi yang ada di setiap generasi.
Dasep Suryanto aktif memberikan pelatihan kepemimpinan untuk membantu para pelaku bisnis dan calon pemimpin mengasah keterampilan komunikasi mereka. Dengan pengalaman lebih dari 27 tahun sebagai praktisi SDM dan kepemimpinan di berbagai perusahaan besar di Indonesia. Dasep memiliki pemahaman mendalam mengenai tantangan yang dihadapi para pemimpin. “Harapan saya adalah Indonesia tidak akan kekurangan stok para pemimpin di masa depan, terutama dari kalangan muda. Itu mengapa saya terus berusaha mengasah kemampuan para pemimpin melalui pelatihan-pelatihan yang saya buat,” ujar Dasep.
“Simak juga: Kecanduan Rokok, Pemerintah Didesak Segera Tindak Lanjut RPP”
Dasep juga baru saja meluncurkan edisi revisi dari buku best seller keduanya, Speak To Lead. Buku ini menghadirkan 28 strategi komunikasi kepemimpinan dengan penjelasan yang lebih detail dan solusi dari berbagai permasalahan yang sering dihadapi para pemimpin. Menariknya, baik pelatihan maupun buku ini hanya tersedia melalui website dan akun sosial media pribadinya. “Tujuan saya adalah agar peserta pelatihan dan pembaca buku dapat terpantau kemajuan mereka dalam kemampuan komunikasi. Dengan akses khusus untuk konsultasi, mereka bisa terus berkembang dan mencapai tujuan yang diinginkan,” jelas Dasep.
Anggapan bahwa Generasi Z tidak mampu bekerja dengan baik mungkin lebih merupakan hasil dari kesalahan komunikasi dan kepemimpinan. Yang tidak efektif daripada kekurangan yang melekat pada generasi itu sendiri. Dengan mengadopsi pendekatan komunikasi yang lebih baik dan memahami perbedaan generasi. Pemimpin dapat mengubah stigma ini dan memanfaatkan potensi besar yang dimiliki oleh Gen Z. Melalui pelatihan kepemimpinan dan upaya seperti yang dilakukan oleh Dasep Suryanto, diharapkan bahwa tantangan ini dapat diatasi dan semua generasi dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan lebih baik.