Driver Ojol Keluhkan Komisi, Ini Respons Aplikator
Pajangan cerita – Pengemudi ojek online (ojol) akan menggelar demonstrasi di Jakarta pada 20 Mei 2025. Aksi ini dilakukan untuk menyuarakan keberatan mereka terhadap potongan yang diambil oleh aplikator dari pendapatan mereka. Salah satu isu utama adalah besarnya potongan yang dianggap membebani para mitra driver.
Presiden Unit Bisnis On-Demand Services PT Gojek Tokopedia Tbk (GoTo), Catherine Hindra Sutjahyo, menegaskan bahwa pihaknya telah mematuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah. Dalam regulasi itu, pembagian hasil antara aplikator dan pengemudi ditetapkan sebesar 20:80, dengan 80 persen untuk mitra driver dan 20 persen untuk aplikator.
Catherine menjelaskan bahwa pembagian tersebut berlaku pada komponen biaya perjalanan yang dibayar oleh konsumen. “Biaya perjalanan ini dibagi 80 persen untuk mitra pengemudi dan 20 persen untuk aplikator. Ini tidak diambil dari pendapatan driver, tapi dari total biaya yang dibayarkan oleh konsumen,” ujarnya dalam konferensi pers pada Senin, 19 Mei 2025.
“baca juga: Kementerian Perindustrian Lebih Setuju Penggunaan SNI”
Meski telah mematuhi skema 80:20, Catherine juga mengungkapkan adanya biaya tambahan yang dibebankan kepada konsumen berupa service fee. Biaya ini disebut sebagai “platform fee” atau biaya jasa aplikasi dan 100 persen masuk ke pihak aplikator.
Biaya tersebut tidak terkait langsung dengan pendapatan pengemudi, melainkan ditujukan untuk menunjang sistem operasional aplikasi. Salah satu penggunaannya adalah untuk menyediakan berbagai promosi dan diskon bagi konsumen.
“Diskon dan promo ini justru memberikan dampak positif bagi mitra dan Ojol karena meningkatkan volume order. Jadi mitra bisa dapat order lebih banyak,” jelas Catherine.
Namun, para pengemudi tetap merasa keberatan karena dalam praktik di lapangan, banyak dari mereka tidak memahami struktur pembagian biaya secara detail. Ketidaktahuan ini kerap memicu salah persepsi terhadap penghasilan yang diterima.
“Simak juga: Hari Kemerdekaan Prilly Latuconsina Menolak Untuk Bekerja?”
Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, menambahkan penjelasan melalui sebuah analogi untuk memperjelas skema pembagian biaya. Jika seorang konsumen memesan perjalanan seharga Rp10 ribu, maka Rp8 ribu akan diberikan kepada driver dan Rp2 ribu menjadi bagian aplikator.
Namun, aplikator juga menambahkan biaya jasa sebesar Rp2 ribu kepada konsumen. Akibatnya, total biaya yang dibayar oleh konsumen menjadi Rp12 ribu. Hal ini menjadi sumber kebingungan, karena banyak pengemudi menganggap bahwa angka Rp12 ribu itu harus dibagi sesuai skema 80:20.
“Kebanyakan mitra masih membagi Rp12 ribu itu seolah-olah bagian dari skema pembagian, padahal tidak begitu,” kata Tirza.
Ia menekankan pentingnya edukasi kepada pengemudi agar memahami bahwa service fee bukan bagian dari pendapatan yang dibagi, melainkan pungutan langsung dari konsumen ke aplikator untuk menunjang operasional.