Pajangan Cerita – China saat ini berada di tengah krisis demografis yang mendalam, dengan angka kelahiran yang terus menurun. Sebagai respons, pemerintah China mengumumkan rencana reformasi besar-besaran yang mempermudah proses pernikahan sambil memperketat proses perceraian. Kebijakan ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat, menimbulkan berbagai reaksi di media sosial.
Dilaporkan oleh Bloomberg pada Jumat (16/8/2024), pemerintah China memutuskan untuk menghapus persyaratan hukou, sistem pendaftaran keluarga yang sebelumnya wajib bagi pasangan yang ingin menikah. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi birokrasi dan membuat proses pernikahan lebih mudah. Para pasangan hanya perlu menunjukkan kartu identitas dan surat pernyataan untuk membuktikan kelayakan mereka untuk menikah.
“Baca Juga: Tren Nikah Muda Menurun, Angka Seks Remaja Meningkat”
Penghapusan hukou diharapkan dapat memberikan lebih banyak otonomi kepada pasangan muda dalam mengambil keputusan tentang pernikahan mereka. Selain itu, langkah ini berpotensi mengurangi beban finansial yang sering kali terkait dengan tradisi “mahar” di China, di mana calon mempelai pria harus memberikan hadiah besar kepada keluarga perempuan.
Sementara itu, pemerintah China juga memperkenalkan ketentuan baru untuk proses perceraian. Aturan ini mencakup masa tenang selama 30 hari untuk mediasi, yang bertujuan untuk mendorong pasangan yang mempertimbangkan perceraian untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka dan mencari solusi alternatif. Langkah ini dimaksudkan untuk mendorong pernikahan yang lebih stabil dan rasional dengan mengurangi keputusan perceraian yang impulsif.
Kebijakan baru ini tidak lepas dari kritik. Banyak warganet mengungkapkan ketidakpuasan mereka di media sosial, dengan beberapa menganggap bahwa intervensi pemerintah dalam urusan pribadi terlalu jauh. “Apakah masa tenang perceraian ini adalah bentuk kebebasan dalam pernikahan?” tulis salah satu pengguna Weibo, yang mendapatkan lebih dari 22 ribu likes. Warganet lainnya juga mengkritik kebijakan ini dengan berkomentar, “Di mana hak saya untuk bercerai?”
Menurut data dari The Paper, angka kelahiran di China pada semester I-2024 tercatat hanya 3,43 juta jiwa, angka terendah sejak 1980. Krisis ini telah memaksa pemerintah untuk mencari cara-cara inovatif untuk mendorong pertumbuhan populasi. Dengan reformasi ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan angka kelahiran dan mengurangi beban yang terkait dengan pernikahan dan perceraian.
Saat ini, Kementerian Urusan Sipil China tengah melakukan uji publik atas aturan pernikahan dan perceraian ini hingga 11 September 2024. Implementasi kebijakan ini akan sangat menentukan bagaimana masyarakat China akan merespons perubahan tersebut dan apakah reformasi ini dapat efektif dalam mengatasi tantangan demografis yang dihadapi negara tersebut.
“Simak Juga: Dokter di India Diperkosa Hingga Meninggal, Picu Reaksi Publik”