Pajangan cerita – Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menjadi pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu dampak dari peraturan ini adalah rencana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang diperkirakan akan menambah tantangan bagi industri tembakau. Dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Penerimaan Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025, pemerintah indonesia menargetkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 5,9 persen, menjadi Rp244,2 triliun. Namun, kenaikan ini diharapkan tidak hanya berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap industri dan masyarakat. Berikut ini adalah pandangan dan rekomendasi dari para pakar mengenai kenaikan tarif CHT yang direncanakan.
Kenaikan target penerimaan cukai sebesar 5,9 persen pada tahun 2025 menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kenaikan tarif CHT yang signifikan. Kenaikan tarif ini berpotensi memperburuk kondisi industri tembakau, yang sudah menghadapi berbagai tantangan. Para pelaku industri tembakau dan petani tembakau mungkin akan merasakan dampak negatif dari kebijakan ini, seperti penurunan daya beli konsumen dan menurunnya produktivitas.
Achmad Nur Hidayat, seorang ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, menyatakan bahwa kebijakan cukai harus memiliki keseimbangan yang tepat antara pengendalian konsumsi rokok dan peningkatan penerimaan negara. Menurut Achmad, kenaikan cukai yang terlalu tajam atau eksesif sering kali berdampak negatif terhadap tujuan pengendalian konsumsi dan realisasi penerimaan negara.
“baca juga: Kementerian Perindustrian Lebih Setuju Penggunaan SNI”
Dalam rangka mengatasi masalah yang ada, Achmad Nur Hidayat merekomendasikan kenaikan tarif CHT secara moderat dan berimbang. “Kebijakan CHT multiyears yang diterapkan secara moderat bisa memberikan kepastian bagi industri untuk merencanakan produksi dan investasi jangka panjang,” ungkap Achmad. Dengan pendekatan ini, pelaku usaha akan dapat menyesuaikan strategi bisnis mereka secara lebih terukur dan stabil. Kenaikan cukai secara moderat diharapkan bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal dan keberlanjutan industri tembakau.
Achmad juga menyoroti bahwa kenaikan CHT double digit dalam beberapa tahun terakhir tidak selalu menghasilkan peningkatan penerimaan yang lebih tinggi. Sebaliknya, kebijakan tersebut sering kali menyebabkan penurunan daya beli konsumen dan produktivitas industri. Oleh karena itu, keseimbangan antara tujuan fiskal dan keberlanjutan industri menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan cukai yang efektif.
Managing Director Political Economy and Studies (PEPS), Anthony Budiawan, juga menyoroti bahwa kenaikan tarif CHT tidak selalu efektif dalam membatasi konsumsi rokok. “Beban cukai yang tinggi justru bisa menambah beban konsumen. Yang mungkin akan beralih ke rokok ilegal atau memilih barang yang lebih murah,” ujar Anthony.
Sebagai gambaran, kenaikan CHT dalam tiga tahun terakhir adalah sebesar 12% pada tahun 2022, 10% pada tahun 2023, dan 10% pada tahun 2024. Selama periode tersebut, proporsi rokok ilegal juga meningkat dari 5,5% di tahun 2022 menjadi 6,9% di tahun 2023. Data ini menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai yang signifikan tidak selalu diikuti dengan penurunan konsumsi rokok secara legal.
“Simak juga: Hari Kemerdekaan Prilly Latuconsina Menolak Untuk Bekerja?”
Anthony Budiawan menekankan pentingnya mempertimbangkan stabilitas pendapatan masyarakat sebelum menerapkan kenaikan cukai yang tinggi. Menurutnya, kenaikan cukai rokok sebaiknya tidak dilakukan ketika pendapatan masyarakat belum stabil, karena dapat meningkatkan beban pengeluaran dan merugikan konsumen. “Urgensi kenaikan cukai perlu dipertimbangkan secara menyeluruh, apakah untuk kesehatan masyarakat atau hanya untuk mengisi keuangan negara,” pungkas Anthony.
Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, para pakar menilai bahwa kenaikan tarif yang terlalu tinggi dapat membawa dampak negatif bagi industri tembakau dan masyarakat. Pendekatan moderat dalam kenaikan CHT. Seperti yang disarankan oleh Achmad Nur Hidayat dan Anthony Budiawan, dapat memberikan keseimbangan antara tujuan fiskal dan keberlanjutan industri. Dengan kebijakan yang lebih terukur dan berimbang. Diharapkan industri tembakau dapat beradaptasi dengan perubahan kebijakan dan terus berkontribusi positif bagi ekonomi negara.